Rabu, 27 Januari 2010

Ternyata Kamu Benar-Benar Menyebalkan Ya!

Hufh...lagi-lagi kata-kata memuakkan itu yang keluar

Aku sudah tau..aku sudah memikirkan itu...

Tapi mana aksimu?

Kosong!

Nol!


Hei! Waktu semakin menipis nih!

Tapi kamu malah sibuk dengan kegiatanmu sendiri!

Aduh ada rapat ini nih...

Harus bantu dosen di sana nih...

Kamu kira aku bakal kagum melihatmu begitu?

Atau tak jenuhnya memaklumi segala alasanmu itu??

Hei! Semua orang juga punya hal lain yang harus dikerjakan.

Tapi mereka tak sok aksi seperti dirimu!


Kapan sih kamu akan menyadari ini...

Bahwa kamu tidak mampu mengerjakannya...

Bahwa kamu kewalahan untuk mengurusinya..

Bahwa kamu TIDAKLAH SELALU TAHU DAN SELALU DALAM KEADAAN SUDAH MEMIKIRKAN SEGALANYA...

Lalu jika kamu terlihat tak sempurna karenanya?

Itu lebih baik, karena itu berarti kamu siap untuk memperbaiki diri.


Berhenti memberikan segala alasan kosong itu!

Bahwa kamu punya gangguan psikologis yang sepatutnya dimaklumi...

Aku ingin tahu bagaiman seandainya kamu benar-benar mengalaminya

Bukan sekedar eforia mahasiswa bau kencur dengan istilah-istilah keren yang dipelajarainya di bangku kuliah....


Berhentilah mengambil kesempatan untk menjadi orang hebat dengan menyakiti orang-orang di sekelilingmu!

Tak ada rasa malukah menjadi maling usaha orang lain?


Berhentilah bersikap manja ke sekelilingmu!

Dengan lihainya kamu berbicara soal kerjasama tim, menjaga amanah, profesionalitas..,

Sangat indah, terdengar begitu puitis..

Tapi dalam dirimu??

Aku tak melihat sedikitpun itu...

Kecali semakin banyak bunga-bunga puitisasi yang tak ada artinya sama sekali.


Yes...u r damn good looking!

Tapi kok makin lama ya cuma itu satu-satunya hal bagus yang aku liat dari dirimu ya?

Dan dengan piawinya kamu menarik perhatian semua orang and finally being so loveable.

Menjadikannya sebagai senjata ampuh bagimu untuk terlihat begitu cemerlang di mata semua orang.



Sekali rasanya sudah cukup...

Tapi ternyata terlihat akan terjadi lagi untuk kedua kalinya

Beberapa bahkan mengatakan sudah berkali-kali mengalaminya...



Maunya sampai kapan???

Selasa, 19 Januari 2010

INBC...nice place guys...

Bakatku” untuk tersesat di setiap tempat ternyata bisa membawa berkah juga. Berawal dari janji untuk ketemuan dengan beberapa teman di American Corner dan dengan pede dan sotoy-nya aku tak bertanya di mana lokasi tepatnya. Akhirnya menerapkan sistem trial and eror aku masuk ke gedung sembarang sambil celingak-celinguk nyari penampakan yang mirip mereka. Eh lha kok liat-liat mbak-mbak yang lagi asyiknya duduk di sebuah ruangan yang desainnya lebih chic dibandingkan ruangan-ruangan di sekitarnya. Pengen coba-coba masuk tapi untung masih ingat misi besar buat bahas soal persiapan research (ceileehhh.....) akhirnya aku membalikkan langkah menemui seorang mas-mas dalam rangka bertanya di American Coner itu berada. Dan benar saja sodar-sodara seperti yang sudah diprediksikan sebelumnya akan salah gedung, harusnya masuk gedung sebelah. Benar-benar saja di gedung tetangga aku meliat teman-teman yang lagi empet-empetan duduk mengeliling meja bundar bersama pengunjung lain. Didorong oleh rasa keprihatinan dan menjalankan perintah agama untuk tidak memubadzirkan segala karunianya maka dengan semangat 45 lima aku usulkan ke mereka untuk pindah ke ruangan yang sooo chic tadi.

Eh ya bener-bener sodara-sodara, ruangan yang kemudian aku tahu bernama Indonesia Nation Building Corner (INBC)itu superduper pas buat kita ngerjain segala hal yang menuntut ketenangan dan kenyaman (jadi inget skripsi deh...:((). Udah ruangannya ber-AC, desainnya nasionalis ok punya (full merah-putih), ada wifi yang lumayan cepet lagi. So sisa hari itu si ruangan dah kayak kita booking aja buat ngerjain tugas kita, lepy connected ti wifi di mana-mana, kertas-kertas bertebaran di segala penjuru, dan manusia-manusianya tak ketinggalkanbergelatakan kalah berperang melawan kenyamanan yang disediakan ruangan itu.

Every library should be like this. Menawarkan suasana layaknya cafe yang penuh kesan cozy dan trendy tapi tentu saja dengan menu yang lebih menarik...ilmu pengetahuan.

Dan dalam hati aku bertekad...i will have someone like this in my house someday. Hihihi.....



Minggu, 17 Januari 2010

another inspirational moment

Setelah terkungkung cukup lama dengan segala aktivitas (dan sekarang pun masih, hoho) yang membuat hidup serasa monoton, automatic, dan robotik kayak mesik tik (mang iya??), akhirnya hari ini dapat kesempatan untuk menyegarkan kembali elemen-elemen spritualitas yang hampir-hampir keringkerontang. Sebuah kunjungan singkat bersama teman-teman seperjuangan ke sebuah yayasan difabel korban gempa rupanya jadi obat ampuh untuk menyembuhkan virus-virus hedonis dan penyakit umat sejagat alias ngeluhsiuskomplikasipamerius! Ngeluh punya seabrek kegiatan di mana-mana (padahal yang niatnya pamer seolah jadi orang penting), ngeluh dengan semua laporan yang harus dikerjakan (padahal ya mau pamer biar keliatanya pinter), ngeluh tentang orang yang nggak valid (pamer seolah yang paling valid sendiri), ngeluh kurang ini kurang itu, ngeluh nasib buruk yang saban hari datang, ngeluhin ujan, ngeluh soal panas, ampe ngeluhin ketidakadilan dunia (padahal ya bisa apa coba?!).....hufh....



Sempat bediri di puncak segunung keluhan yang tak ada habisnya, pertemuan dengan orang-orang sederhana namun luarbiasa membuatku malu sempat merasa berhak menumpuk segala keluhan itu bahkan memanfaatknnya demi mendapatkan segala macam toleransi. Aku pikir mereka lebih berhak mengeluh daripada aku, dan pasti terkadang mereka masih melakukannya, tapi kok ya masih ada segunung rasa syukur yang tersirat nyata di wajah mereka. Tidak terbayang jika harus kehilangan segala kesempatan di usia muda, kehilangan anak yang baru dirayakan kelahiran beberapa hari yang lalu, atau perasaan tak berdaya seorang ibu untuk merawat buah hatinya. Semangat, harapan, kebahagiaan, secercah impian di masa depan, semuanya hilang ketika mendapati kaki-kaki yang menjadi penopang hidup mereka saat ini lumpuh layu tak lagi terasa. Kalo saat ini mereka terlihat mampu kembali menjalani kehidupan dengan semestinya bukan karena mereka manusia-manusia sempurna yang bangkit dengan seketika. Tapi karena usaha menyemangati diri demi menjalani setiap detik dalam hidup, menghilangkan segala perasaan malu dan rendah diri...dan mungkin tak setiap hari mereka berhasil melakukannya. Namun justru perjuangan itulah yang menjadikan mereka insan-insan istimewa yang pernah hadir di dunia ini. Jadi inget sebuah quote simple but so memorable, "jika kita tidak bisa merubah kenyataan maka kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan kenyataan itu." Bahasa kerennya mungkin logis dan rasional, ke tingkat yang lebih atas kita akan menemukan kaitannya dengan ilmu tingkat tinggi...ikhlas. Kelapangan hati, kelegaan, dan melepaskan semua sebagai sebuah masalah lalu kemudian bergerak maju, itulah yang telah mereka tunjukkan padaku hari itu.

Tentu saja ada begitu banyak kisah tentang ribuan orang yang mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya. Tak sedikit pula yang memiliki kisah hidup yang lebih hebat daripada yang kulihat pada mereka. Ini hanyalah cara sederhana untuk mengingatkan diri. Manusia adalah makhluk yang menciptakan segala macam istilah untuk menunjukkan tingkatan kecatatan dan ketidakmampuan mereka. Itu kita penuh dengan segala ketidaksempurnaan itu....lupa, khilaf, alpha, sombog, angkuh, egois. Setiap waktu kita perlu diingatkan...setiap waktu Tuhan harus "menjewer" kuping kita untuk mengingatkan. Terkadang lewat teguran keras karena kita terlampau bengal yang membuat manusia yang lemah seringkali membenciNya. Terkadang lewat sindiran halus yang membuat pipi ini penuh semburat merah malu...menunjukkan segelintir orang-orang sederhana di sekililing kita sambil menggemakan "suaraNya" diseluruh sanubari kita, "Lihatlah mereka dan lihatlah dirimu. Maka nikmat dariKu yang manakah yang kan kamu dustakan?"

Jumat, 15 Januari 2010

sekelumit cerita di imigrasi


Dalam sesi wawancara pembuatan paspor
Mas-mas imigrasi : "Tujuannya mau kemana?" (melihat ke formulir)
Akyu : "Jerman Mas."
Mas mas imigrasi : "Ada acara apa di sana? (masih melihat formulir)
Akyu :"Ada program study visit, kayak studi banding gitu."
Mas mas imigrasi :"O, berapa lama?" (masih juga melihat formulir...woh masnya naksir ya ma si formulir)
Akyu : "Kira-kira 13 hari."
Mas mas imigrasi : "Udah pernah ke luar negeri sebelumnya?"
Akyu : (dengan PD dan polos) "Udah mas."
Mas mas Imigrasi : "Kemana?" (tak jua ia mengalihkan pandangan mesranya dari si formulir)
Akyu :"Jerman juga, ikit orang tua sekolah." (masih dengan polosnya tanpa mengira bahwa aku sedang menuju jurang kehancuranku sendiri... huaahahahahahohoho...yang ini lebai sih)
Mas mas imigrasi : "Terus paspornya yang dulu mana?"
Akyu : (dengan kepolosan nyata yang hampir-hampir tampak bodoh) "Hilang mas."
Mas-mas imigrasi : "Lho kok bisa hilang? Itu kan dokumen negara. Jadi haru dikembalikan."
Akyu : (masih dengan polosnya tapi kali ini dengan mengutuki diri sendiri yang terlalu jujur memberikan jawaban) "Jadi gimana mas?"
Mas mas imigrasi : (tersenyum penuh kemenangan ketemu makhluk yang begitu bodohnya...and it's me Sodara-Sodara!!!) "Ya harus dicari donk!"
Akyu : "Lhah kalo gak ketemu gimana mas? Soalnya dulu kakak saya mau bikin paspor dia juga nyari paspor lama nggak ketemu" (Sebenarnya malah buka aib keluarga sendiri ya yang nggal becus nyimpen dokumen penting)
Mas mas imigrasi :" Ya itu harus dikembalikan dong. Kan dokumen negara. Kalo ilang berarti bukan bikin baru statusnya."
Akyu : (berbekal pengalaman ngeyelan ma orang tua selama bertahun-tahun) "Ya gimana mas, kalo nggak ketemu gimana? Kan dah lama banget tuh."
Mas-mas imigrasi : (masih tersenyum penuh kemenangan yang sekarang mirip sekali dengan ceringannya Stephen Cow) "Mang kapan ke Jermannya?"
Akyu : "Udah 12 tahunan yang lalu."
Mas mas imigrasi : "Tahun berapa itu ya?" (jiaaah si mas kagak bisa ngitung pengurangan)
Akyu : "Sekitar tahun '97 mas, dari tahun 94 sih."
Mas mas imgrasi : "Ya udah nanti dicari sambil jalan ya, harus ada tuh. Nih tanda tangan di sini."
Akyu : " Ya mas." (Hanya menambah dosa kebohongan lebih banyak dan hidupku cos noweilah aku minta dicarikan tu paspor entah berantah ma ortu...gak bakalan ketemu!!!)

Few Days Later
Dalam sesi mengambil paspor baru...

(Di loket pengambilan paspor)
Akyu :"Pak mau ambil paspor."
Bapak-bapak imigrasi :" Mana kuitansi pembayarannya?"
Akyu :(Menyeraahkan kertas lecek yang kusimpan dengan serampangan)
Bapak-Bapak Imigrasi :"Duduk dulu ya. Nanti dipanggil namanya."
(Few minutes later )
Bapak-Bapak Imigrasi :" Dian Ika...Dian Ika Purnama..nama siwi. Nah itu tolong dikopi di bawah dulu, nanti kasih ke saya."
Akyu : " Oh ya pak." (bergegas ke foto kopian bawah penuh sukacita..apaan sih)
Akyu : (Kembali ke loket ketemu si Bapak-bapak imigrasi) "Ini pak? Ada lagi?
Bapak-bapak imigrasi : (Sambil sibuk menerima telepon yang salah sambung...yaelah...) Tidak ada. Gitu aja...


Tidak ada tuntuan mengembalikan paspor lama ku yang katanya dokumen negera penting itu, sekedar ditayakan saja tidak.
Kata seorang seniorku, tak ada yang bisa dilobi di dunia ini...
Seorang teman menambahkan, selagi masih di Indonesia semuanya masih bisa diatur...

Sukacita mendapatkan paspor sedikit terganggu oleh sebuah pengalaman kecil tak bermartabat ini.
Dimulai di sebuah kantor kecil sebuah instasi pemerintahan...
Yang katanya menjadi gerbang pertahanan negara dari arus internasional...
Hanya terbesit pemikiran berapa banyak ruang-ruang kantor di setiap sudut negeri memiliki kisah yang sama...
Semua urusan digampangkan...semua aturan bisa ditrabas lewat cara ini itu...

Mereka tak perlu bersusah payah mengirimkan armada perang apalagi membuat nuklir untuk menghancurkan kita...
Mungkin kita kan mudahnya binasa oleh diri kita sendiri...

the very first beginning

Ketika memutuskan untuk menulis lagi sudah begitu meyakini dalam hati bahwa ini akan berjalan seperti air yang mengalir…mulus tanpa rintangan apapun… seperti dulu… tapi ternyata tidak semudah itu

Tidak mudah menghilangkan koneksi yang telah terjalin erat antara menulis dengan sepaket episode penuh luka dalam hidupku (yang tau maksudnya pasti hanya akan tersenyum… ^^)
karena lewat rangkaian kata dan kalimatlah semua perasaan itu terurai satu-persatu…

Bertahun-tahun aku telah menyia-nyiakan waktuku…
menghilangkan segala kesempatanku…
Tidak singkat waktu yang dibutuhkan untuk bisa menutup lembaran-lembaran itu lalu menguncinya rapat-rapat.
Merelakan…melepaskan dan belajar tentang setitik keikhlasan…

Tapi sekarang aku tahu…
Kemenangan atas perjuanganku itu bukan ditentukan seberapa sempurna aku bisa meninggalkan semuanya di belakang.
Tapi seberapa beraninya aku untuk menapaki lembaran-lembaran itu kembali untuk mengambil bagaian-bagian dari diriku yang dengan sangat tidak adilnya ikut kutinggalkan dan berusaha aku lupakan.

Salah satunya adalah..
MENULIS…
keberanian untuk melakukannya
keindahan yang terangkai di dalamnya
kenikmatannya ketika mampu menyelesaikannya…

Bisa-bisanya berusaha kuenyahkan dan kulupakan karena dramatisasi emosi yang tak masuk akal.
Ini kali ya yang disebut dengan kebodohoan hakiki manusia…
Memenjarakan diri sekedar untuk memberitahuan pada dunia bahwa kita benar-benar menderita dan seseorang harus ikut menanggungnya.

Hufh…
Mungkin aku tak kan pernah menjadi penulis profesional apalagi yang mendunia
Tapi memang ini bukan tentang itu…
Menulis adalah caraku membahasakan setiap deguban jantung
adalah kanal muntahan semangat neuron-neuron yang sedang merayakan ritual penyatuan mereka
adalah caraku paling mudah bagiku untuk berkata tidak tanpa menyakiti dan mengungkapan cinta dengan cara yang paling indah

Aku telah menemukannya kembali di tengah lembar-lembar masa lalu yang mulai lapuk dan terurai
tak akan kulepaskan kali ini…
tidak juga esok…
lusa…
dan sampai kapanpun



catatan in buktinya