Rabu, 03 November 2010

Lagi...Tentang Mereka di Merapi

Seorang nenek tua meronta-ronta seperti anak kecil ketika diangkut paksa oleh anggota TNI untuk ikut warga lain tinggal sementara di pengungsian.
Berulang-ulang kali adegan itu ditanyangkan...jackpot bagi media...sebuah ekpresi murni penduduk lokal yang tak rela meninggalkan tempat tinggalnya meski bahaya awan panas dan debu beracum mengancam.

Saya beberapa kali mengunjungi daerah itu...bahkan saya yang bukan siapa-siapa selalu memiliki kerinduan untuk kembali mengunjunginya. Iya keran hijaunya...iya karena kedamaiannya...iya karena kemurnian alamnya. Bayangkan alasan yang dimiliki oleh nenek tua itu...tempat itu adalah hidupnya. 

Setiap pagi kaum dewasa naik ke kaki merapi demi rumput-rumput untuk pakan ternak mereka. Oo, jangan bayangkan rumput itu sepeluk tangan, jika dikumpulkan itu akan membentuk ikatan sebesar dua kali tubuh mereka yang akan digendong sampai di ujung kaki merapi tempat gerobak-gerobak kayu mereka ditambatkan. Pernahkah kalian mencoba ikut pendakian gunung? Tak perlu sampai ke puncak...cukup setangah kilo perjalanan...saya sih dah hampir mati rasanya. Tapi mereka setiap pagi tak pernah letih melangkahkan kaki mereka. Setiap pagi dan pagi-pagi berikutnya...

Seorang psikolog di sebuah sesi training relawan mengatakan:
Mereka tak mau meninggalkan sapi-sapi di rumah. Setiap sapi sudah direncankan untuk dijual buat apa. Sapi satu ini dijual kalo anaknya masuk kuliah, yang itu dijual buat nikahan anaknya suatu kelak.


Semuanya adalah hidup mereka. Bukan hanya tentang rutinatas yang hilang karena terlalu lama berada di camp pengungsian atau perhitungan ekonomi yang terlalu pragmatis...ini adalah persoalaan tentang sebuah kehidupan di hari esok.

Niat menolong tak selalu ditanggapi baik oleh orang yang butuh pertolongan. Jangan berhenti karenanya tapi cobalah juga memahami...sehingga keringat dan airmata yang keluar karena susahnya menolong tak berkurang kadar pahalanya karena pikiran dangkal tentang sekumpulan orang yang bodoh, udik dan tak tahu diri.

November 2010
Ditemani berkas-berkas mahasiswa

Selasa, 02 November 2010

Saya dan Orang Lain

Beberapa orang sering sekali bercerita tentang keluarga dan teman-temannya di sebuah forum umum. Dirincikan satu persatu apa kelebihan, kekurangan, kesukaan, kebencian mereka. Dibaca secara utuh oleh orang lain akan mungkin akan  terasa  lucu, kagum, penasaran, tp oleh pribadi-pribadi yang ditulis belum tentu mereka berkenan diumbar kisah hidupnya pada sembarang orang yang membaca tulisan itu. Apalagi jika itu dilakukan tanpa izin yang bersangkutan.
Itu pendapat pribadi saya tentunya, lebih kepada refleksi diri karena saya pun tidak begitu suka jika SIAPA-DIRI saya diumbar oleh orang lain. Bukan pada kejelekan atau kekurangan yang akan diketahui oleh jutan orang (lebay) tapi pada rasa seolah diri "diobral" tanpa ada tawar menawar sama sekali. Tiap orang akan merasa mengenal diri saya dan berusaha bersikap seolah sudah mengenal saya. Saya pikir, tidak salah juga jika kita punya modal saat ingin mengetahui pribadi lain. Tapi saya memilih untuk berada di sebuah aliran proses dalam mengenal satu sama lain, punya kekuatan untuk memilih apa yang boleh diperlihatkan saat ini, lusa, bertahun-tahun kemudian atau tidak sama sekali. Lalu memilih apakah kita akan saling berada dalam kehidupan satu sama lain atau lebih baik cukup sebagaiman teman-sekedar-sapa. Inilah yang baik, bukan perasaan terampas privasinya karena tangan-tangan jahil orang yang berusaha membangun eksistensi dengan menceritakan keberadaan orang lain di sekilingnya.
Kesannya sinis-ekslusif, tapi yang begitulah saya. Bagi saya sudah cukup dengan kehadiran beberapa orang di sekeliling saya, tak perlu bisa menyapa semua orang di kampus atau berusaha mencocokan diri dengan suatu lingkunga, jika tak cocok saya lebih memilih OUT. Ya memang, sifat ini akan menyulitkan saya jika ingin hidup dengan lingkungan yang dinamis. Ah, tapi engga , pikir ngga juga yaa...ada waktu untuk bekerja ada waktu untuk bergaul. Tidak selalu keduanya harus seiring sejalan.
Tak suka, nggak usah mengeluh, toh ini tentang diri saya, bagaimana saya menjalani hidup dengan kapasitas pikiran dan jiwa yang saya miliki, yaaa saya yang paling tw.

Kamis, 29 Juli 2010

DIARY


Seingatku sudah sejak bisa menulis dengan lancar aku mempunyai sebuah diary. Buku dimana biasanya kita menumpahkan segala kisah dan keluh kesah sehari-hari dan juga impian masa depan (halah..).
Diary pertama milikkku yang kuingat adalah ketika aku duduk di kelas 2-3 SD. Saat itu aku masih tinggal di Jerman, Diary-ku adalah buku kecil sederhana bermotif bunga-bunga yang dibelikan ibuku di toko alat tulis terdekat. Salah satu kisah paling sensasional yang kutulis saat itu adalah kekecewaanku yang mendalam karena orangtuaku membatalkan niat kami untuk menonton pertunjukkan kembang api di atap apartemen sebelah saat tahun baru. Bak sinetron masa kini aku menangis dalam diam ketika hampir jam 12 malam ibuku dengan tegas berkata, " sudah, lanjutkan tidurnya." Berkeping-keping hancurnya hati ini apalagi mengingat pertunjukkan serupa tahun lalu yang membuat mulutku menganga-nganga penuh kekaguman. Bertahun-tahun setelah aku kembali ke Indonesia dan membaca kisah itu satu-satunya yang membuatku menganga-nganga adalah kepiwaianku bercerita dalam bahasa Jerman...busyet, canggih banget jek. Sekarang mah taunya cuma, Mein name is Ika...Ja Ja..Nein..Nein.... T.T
Ketika kembali ke Indonesia Diaryku berganti rupa..serupa buku sakti ibu-ibu tukang kredit. Polos..tebel! Ambisiki saat itu adalah merangkai kisah keseharianku secara rutin sehingga suatu hari nanti bisa jadi objek kenangan yang berharga. Apa daya..mood-lah yang menentukan. Tidak puas dengan motif satu Dairy berganti lagi ke motif yang lain. Akhirnya menjelang lulus SD ada 4-5 Diary yang kupunya. Semuanya hanya terisi sampai setengahnya. Tapi rupanya seragam: buku sakti ibu-ibu tukang kredit.
Masuk SMP rupa Diaryku naik tingkat. Pink, sampul berbahan plastik, kertas pun warna-warni. Aku bisa mengganti kertas-kertasnya sesuka hati karena Diaryku ada sistem buka tutupnya (kayak istilah di jalan raya aja). Empatpuluhriburupiah...harga fantatis untuk seorang anak kelas 1 SMP saat itu. Entah dari mana aku lupa bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Aku ingat saat membelinya aku begitu seriusnya menyembunyikan Diary itu dari orang tuaku (yang membuktikan bahwa aku memperoleh uang itu secara ilegal, baca: korupsi uang jajan). Tapi nasibnya pun tak beda dengan para pendahulunya. Akhirnya ia tersingkirkan. Pink...ah tak keren. Yang penting isi bukan rupa, begitu prinsipku saat itu. Maka Diaryku berganti jadi Binder sederhana ala catatan kuliah mahasiswa sekarang. Susah payah kuhiasin sampulnya,,tempel poto, bikin judul warna warni, lem ornamen sana-sini...tapi akhirnya ia pun teronggok di salah satu sudut lemariku.
Masuk SMA, prinsip "yang penting isi bukan rupa" semakin menguasasi diriku. Diaryku turun kasta jaauh ke buku tulis biasa. Cukup rutin aku menulisnya meski tidak bisa dibilang rajin. Di sini aku mulai bermain warna dan gaya penulisan macam: 4ku lgeeh syeebel ma kmyuuh. (Thanks God, nggak lagi gitu, jadi bulan-bulanan entar.. hufh). Meski sempat turun kasta bukan berarti aku tak mau maju. Terbanglah aku ke dunia digital. (Sok) capek dengan menulis biasa kuberalih menuangkan cerita melalui komputer. Semangad berhari-hari menuangkan kisah cinta gombal bin bodohku baru kusadari bahwa tulisanku bisa diakses oleh siapa saja yang membukan komputer. Dengan panik aku mencari-cari aplikasi password lalu ketemulah. Masalah seolah beres sampai kusadari bahwa komputer ini ada di wilayah publik keluarga. So setiap saat tanpa kusadari ada orang yang bisa saja mengintip saat aku sedang mengetik. Maka beralihlah masa-masa kumerasa jadi salah saru manusia modern abad ini. Kuhapus semua dokumen pribadiku dengan hati yang tak rela (saat itu yang namanya flashdisk masih mahal jek, bapakku beli yang kapasitasnya 128 Mb aja masih 200ribuan,, huek). Kembalilah aku ke kasta terendah...buku tulis biasa.
Masuk kuliah..persoalaan pen-diary-an sementara terlupakan. Sibuk sebagai orang udik baru di kota besar. Baru ketika memiliki komputer terbesit niat untuk menulis kembali. Namun niat tinggalah kenangan, komputer lebih sering dipakai untuk menonton tivi (bahkan ngerjain tugas kuliah pun sering kali dinomorduakan :p). Sempat beralih lagi ke Dairy konvensional..tapi sama seperti yang lalu-lalu, aku tak bisa memantabkan hati setia pada satu saja (ingat jek,,,case-nya ini Diary lhooo..bukan untuk yang lain). Berganti rupa dan warna sesuai dengan mood. Tak pernah ada yang tamat sampai halaman akhir.
Baru setelah punya lepy pribadi (terharu jika mengingat perjuangannya, hiks) aku bisa memantabkan hati untuk menulis cerita secara rutin dan tak lagi berpaling hati. Beberapa kali sempat tergoda memang tapi setelah melihat si lepy yang masih begitu menggoda (macam abang-abang liat gadis cantek saja aku) urunglah niat itu. Oooh lepy i love u full deh.

So, aku dan Dairy punya kisah yang sangat panjang. Jika dikumpulkan mungkin ada sekitar 20 Diary yang kupunya. Semuanya menyimpan potongan-potongan kisah hidupku. Hanya saja baru kusadari, jikapun semua potongan itu disatukan, tak banyak yang terungkap dari diriku. So actually I am a bad Diary writer. Sampai sekarang aku tak berani bercerita benar-benar menuliskan apa yang kurasakan dan kupikirkan tentang suatu hal. Selalu ada kekhawatiran bahwa Diary ini suatu hari akan jatuh pada tangan yang salah (so, beside a bad writer, saia juga  parnoan!). Jadi apa gunanya saya menulis Diary? Bukannya seharusnya Diary itu menjadi media kartasis demi menjaga kesehatan jiwa (begitu kata temen-teman saya yang belajar psikologi)? Apa gunanya kalau yang utama masih terpendam di dalam hati? Well,,, tak ada jawaban yang cukup memuaskan mungkin. Pertama, saya hanya menikmati menulis. Kedua, memikirkan apa yang seharusnya tidak saya tulis justru memberikan kesempatan kepada pikiran dan jiwa saya untuk berdialog berusaha menghadapi masalah tersebut,,,lalu semuanya akan terasa sedikit lebih baik.

Jadi, mari kita menulis!
(sakjane ki mung arep ngomong iki wae :p)

Kamis, 24 Juni 2010

Pasti Pas (?)

Di tengah perjalanan pulang aku mampir ke sebuah pom bensin di daerah bantul. Tampilan luarny lumayan...bangunanya terawat dan megah dengan pertugasnya yang rapi mengenakan seragam merah khas produk pertamina yang lagi gencar-gencarnya mempromokan program PASTI PAS!   Pom bensin tampak lengang..hmmm...mungkin karena jam menunjukkan hampir pukul 4 sore. Jadi tak banyak lagi kendaraan yang lalu lalang di daerah itu.Hanya ada 3 motor yang mengantri di depanku. Kumatikan mesin motor ..buka jok..lalu kubuka cap tangki bensin. Hanya menungu kurang dari semenit giliranku akan segera tiba. Kuperhatikan bapak-bapak yang bertugas saat mengisikan bensin ke motor bapak-bapak yang dua tempat ada di depanku. Bertubuh besar dengan kumis yang melintang lebat di atas bibirnya. Ehm...tapi sepertinya ada yang aneh... Tak ada ekspresi apalagi kata-kata yang keluar dari mulutnya. Mungkin aku tidak begitu begitu memperhatikan pikirku..maka kucoba melihat lebih seksama saat dia mengisikan bensin ke mas-mas yang mengantri tepat di depanku. Ternyata tingkahnya terlihat lebih aneh lagi. Melihat ke si mas pun tidak..hanya terdiam sambil memegang kepala selang pengisi bensin (heheh..aku tak tau namanya...tapi kau pasti tau maksudku kaan?! ^^). Tak ada ramah-tamah khas wong jowo atau sekedar sapaan formal hasil training  standar pelayanan pelanggan. Si mas-mas lah yang harus berinisiatif mengutarakan jumlah bensin yang ingin dibeli..dan si bapak tak jua berkata apa-apa...saat si mas membayar pun tak sepatah ucapan terimakasih yang terucap. Sikapnya terhadapku pun sama saja. Tak bertanya..tak menyapa...Seolah berhadapan dengan robot super canggih tapi super dingin pula sikapnya. Brrrr.....





Mungkin karena sudah sore sehingga si bapak sudah capek.


Mungkin dia pegawai baru sehingga belum bisa menerapkan aturan secara sempurna...


Mungkin tak ada supervisi rutin...namanya juga manusia kalau nggak diawasi normal-normal aja kan salah...


Mungkin...mungkin... Yah tentu saja banyak kemungkinan yang bisa diutarakan untuk memaklumi tindakan si bapak petugas itu. 
Mungkin mereka memang belum dinobatkan sebagai pombensin dengan standar pelayanan ala Pasti pas!


Tapi terusn saja me-list beragam kemungkinan dan pada akhirnya kita tak pernah beranjak dari suatu titik kekurangan.





Beberapa bulan ini aku aktif di suatu tempat yang menuntutku memiliki 3 sikap yang seharusnya juga ditunjukkan oleh bapak petugas itu: Ramah..Ramah-Ramah. Dari pagi sampe sore..dengan menghadapi beragam tipikal orang. I know exactly hot it feels...sometimes u have to pretend being someone else...another time u just can't stand it anymore. Masih mending si bapak cuma ngadapi orang yang beli bensin bukan ngadepin orang yang satu minta ini..besoknya minta itu...yang lainnya minta yang ini aja...dan ketika kita sudah berusaha..tetap aja ada yang salah. Hufh...


Tapi aku harus tetap bersikap ramah karena itulah standar baku yang telah ditetapkan oleh ketika aku menyatakan kesediaan aktif di sini. Keluhan dari diriku menunjukkan bahwa teruji layak kualitas komitmen dan daya juangnya (dan kadang2 emang si, hehehe ^^v)


Capek bukan alasan...


Kalau belum menguasai aturan maka belajarlah...
Bukan pom bensin pasti pas? Bukan alasan untuk bersikap tak ramah kan??


Tak ada supervisor, ingatlah brand image yang harus dijaga...





Selalu ada jawaban untuk setiap alasan


Asal mau ada niatan sedikit saja untuk berusaha..


Semuanya past paaas! ^^





(Heran juga kok bisa jadi kayak gini tulisannya...rada diragukan nyambung pa nggak..  Jangan-Jangan aku malah kena kasus ala Prita ni karena dianggap jelek-jelekin brand tertentu...huhuhu...bo aaaah....:P)

Sabtu, 19 Juni 2010

SUNATAN DIMAS DAN KISAHNYA


Adikku si Dimas, Rabu lalu baru saja sunat. Akhirnya setelah melalui proses pembujukkan selama bertahun-tahun, liburan kenaikan kelas ini ia mau melakukannya. Itu pun setelah di kelasnya hanya tinggal dia dan seorang temannya yang belum disunat. Yah...meski telat setidaknya nggak yang paling akhir lah...mungkin begitu pikirnya.
                                                               sebelum pembantaian

Rabu lalu aku ada kegiatan di kampus, so nggak bisa ikut nemenin ke tempat sunatannnya yang super duper terkenal seantero Indonesia...TUKANG SUPIT BOGEM! Tempat ini emang populer banget di kalangan ibu-ibu untuk mempermak tit*t anak laki-laki mereka. Bahkan kakakku belasan tahun lalu juga sunatnya disini. Katanya tempat sunat ini selalu rame apalagi kalau liburan. Bahkan perlu reservasi tempat dulu via telepon, janjian kapan hari pembantaian akan dilakukan...aji gilee...urusan per-tit*t-an aja ribet amet yaaak...
So, karena Rabu tak bisa ikut aku baru bertemu dengannya Kamis di rumah. Masuk rumah suasana sepi. Lhoh ada springbed di depan TV. Olalala...ternayata ada si Dimas berbaring di sana lengkap dengan sarung khas anak sunatan. Sementara yang lain lagi bobo siang dia asik bermain game dengan PS2-nya. Langsung aja kutanya tentang pengalaman luar biasanya kemarin.
Aku
:" Gimana dek sunatnya? Sakit nggak?
Dimas
: Sakit banget, hooo (ciri khasnya ni kalo lagi sebel ada seruan "hoo" setiap dia ngomong). Bohong tu semua, hoo."
Aku
:"Hahah...mang kata siapa nggak sakit?"
Dimas
: (tak lepas pandangannya dari layar tipi) " Tuh kata Bapak, pakde juga, hoo"
Aku
:"Hahahah...lhah nangis nggak pas disunat?"
Dimas
: "Engga! Hoo."
Aku
:" Ditanya-tanyain gitu nggak ma bapak yang sunatnya? (Dulu kakakku si digituin...pas lagi mikirin jawaban langsung main potong aja deh)
Dimas
:"Iya! Ngapain tu bapaknya nanya-nanya...mau nyunat aja..sok ngobrol-ngobrol!"
Aku
: Wakakakkk"

Aku pun beranjak ke kamar untuk berganti pakaian. Baru saja melatakkan pas, tiba-tiba si Dimas memanggil.
"Mba Iik..mba Iik! Sini-Sini!"
"Apaan si? Bentar lagi ganti pakaian!"
Aku cepat-cepet berganti pakaian dan mendekat ke arahnya.
"Apa?" Kutanya dia.
"Liat nih di bawah bantalku." Katanya dengan bangga.
Penasaran kuturuti permintannya. Dan ternyata...jreng..jreng di sana ia menyimpan beberapa lembaran uang ratusan dan limapuluhan ribu hasil pemberian orang-orang yang datang berkunjung.
"Busyet dek, kayak simbah-simbah aja nyimpan uang di bawah bantal. Mbok disimpe di mana gitu!"
" Hooo...simbah tu juga nyimpen uang di bawah bantal..terus jadi banyak kan...bisa beli tanah lagi harganya miliyaran."
Uing...uing ..uing...
Pertama, tu tanah nggak yampe segitu kali harganyaaa!!!
Kedua, dapet dari mana logikanya nyimpen uang di bantal bisa jadi banyaaaaaak???
Busyet ni bocah, keturunan siapa lagi. Pusing, kutinggalkan dia tidur sementara ia asyik melanjutkan nge-gamenya .
So, jadilah ia beberapa hari sebagai raja di rumah.
"Mba Iik..ambilin makan!"
"Mba Iik...minumku mana!"
"Mba Iik...hidupin PS-nya!"
Semua dilakukan di atas tempat tidur sementara orang-orang di sekelilingnya harus siap sedia memenuhi setiap permintaanya.
Acara mandi juga menjadi ritual yang heboh. Berdasarkan aturan dari TUKANG SUPIT BOGEM, ia baru boleh mandi saat hari ketiga. Semalam sebelumnya ia sudah mengutarakan beragama asumsi dan analisis bagaimana rasanya saat mandi nanti.
"Huu pasti sakit banget deh dicopot perbannya."
"Bu, nanti benang-benangnya (benang perbannya maskudnya) bakalan nempel terus yaa?" (Tergoda hatiku untuk berkata YA! Tapi kalah cepet ma ibuku, huhuhu...)
"Hu, mba Iik ni ketawa-ketawa aja..nggak tau kan rasanya disunat!"

(Ya..analisis dan asumsi anak kelas 4 SD ya Cuma segtu doang. Cuma kelebihannya itu diulang-ulang-ulang-ulaaaang terus ampe hafal aku alurnya)


                                                 setelah pembantaian tetep sok keren


Pas keesokan harinya harus mandi ia beruaha mengulur-ngulur waktu. Tapi ketegasan ibuku, siapa juga yang bisa membantahnya. Mau tak mau ia harus mandi merelakan si tit*t tersakiti untuk yang kesekian kalianya.
Ketika sudah selesai dan kembali berbaring di kasur kebesarannya aku bertanya, " Gimana, sakit nggak?
"Biasa aja tuh" Jawabnya acuh sambil melanjutkan nge-game-nya.
Dasar Bocah! 
Sekali-kali juga ia meringis kesakitan tapi kekerasan kepalanya tak juga menyusut. Disuruh istirahat agar posisi badannya nggak berubah-ubah terus susah amat dilakoni. Tiap sepuluh menit sekali ia mengeluh cawatnya kedodoran atau terlalu menekan si tit*t. FYI, selama dalam proses penyembuhan ia memakai cawat ala pemain sumo...entah digimanain tu cawat punya tugas buat nompang si titi*t agar tetap tegak tak bergerak (ok,,,don't ask me to explain more!!) tapi tetap aja ada yang salah.  Akibatnya di hari sekian dimana secara teori TUKANG SUPIT BOGEM ia sudah sembuh si tit*t malah berulah dengan melakukan aksi GENDELEN alias MEMBENGKAK! (gak tau juga bengkaknya gimana, kayaknya dari kemarin juga segitu-gitu aja ukurannya, hihihihi...)
Akhirnya ibuku melakukan aksi pencegahan paling mutakhir diimpor khusus dari Bengkulu. Si Dimas disuruh pake celana biasa tapi tengahnnya dilubangi sehingga si tit*t bisa keluar menghirup udara segar. Yes...sure you can imagine how it looks kalo dia lagi duduk. Buat gambaran aja...aku nggak bisa berhenti tertawa setiap melihatnya...dan ia pun semakin sering ber-hoo-hoo ria saat bicara denganku. Wuahahahahahaa...

(Sebenarnya tergoda banget untuk mengupload foto dia dengan memaki celana itu. Tapi rada susah, soalnya di sangat WASPADA jika ada aku di dekatnya...lagian tak maulah aku ikut-ikutan dicekal kayak artis-artis itu karena dianggap nyebarin video porno :D)

Jumat, 18 Juni 2010

NOT SO PERFECT

Kalo laper ya obatnya makan. Maka meluncurlah aku ke sebuah warung makan top rasa dan harga....juga porsinya (:D) di area stadion kridosono, Yogyakarta. Berhubung lagi jam makan siang maka tak mengherankan jika warung ini sesak oleh pengunjung dari berbagai kalangan; Ibu-ibu kantoran, orang tua yang baru saja menjemput anak mereka dari sekolah sampai anak-anak muda beragam gaya dan rupa. Makanannya emang enak si...ada nasi goreng...menu mi, fuyunghai..dan yang segar-segar macam capcay. Biasanya aku sih mesan tami capcay...perpaduan antara mi yang digoreng renyah plus capcay...dijamin makyus dan kenyang deh. Tapi hari ini aku tergoda untuk memesan menu yang berbeda. Penasaran aja mie kuah yang banyak dipesan pelanggan di sini...sepertinya enaaakkk (ngiler mode).

Untungnya hari ini aku cuma sendiri, jadi nggak kesulitan nyari tempat duduk..alias bisa nyempil sana-sini, hehe... Tak beberapa lama kemudian pesananku datang..dan ahai...emang enyaak enyak enyaaak... Sambil makan aku terus menggitarkan pandangan ke segala penjuru arah  melihat riuh rendahnya kelakuan orang-orang disekitarku. Tiga mas-mas yang duduk disampingku lagi baru saja berhasil membuat si pelayan menunjukkan tampang masam karena ia salah membawa pesanan mereka sementara sekelompok ini-ibu di depanku tak bisa menyembunyikan ekpresi lapar di wajah mereka..minumannya sudah tandas setengahnya...tarikan nafas dalam-dalam tak hentinya-hentinya dilakukan...berusaha menenangkan perut yang semakin keroncongan sembari meratapi makanan yang lalu lalang tak kungjung menghampiri meja mereka (wekekekek....sungguh intepretasi yang lebai). Sabar yang ibu-ibu!

Tak berapa lama kemudian datang segerombolan ibu-ibu lain bersama anak-anak mereka yang masih berseragam sekolah. Namun belum ada tempat duduk yang disediakan belum mencukupi sehingga beberapa di antaranya masih harus berdiri. Akhirnya ada seorang ibu yang berinisiatif menghampiri 3 mas-mas disampingku tadi. Dengan logat indonesia melayu ibu-ibu menanyakan kursi kosong di meja mereka. Setelahanya aku tak lagi begitu memperhatikan, asik dengan hidangan yang ada di depanku. Tak berapa lama kemudian si ibu itu mendatangi ibu-ibu yang bermuka lapar tadi (thanks God..mereka dah mulai makan)..sama seperti tadi dengan logat khas dan suara cukup keras ibu itu menanyakan kursi kosong yang ada di sana. Lalu ia bergereliya lagi dari satu meja ke meja lain sehingga menarik perhatian pengunjung yang lain. Mas-mas di sampingku sampai menunjuk temannya dan berkata dengan nada menirukan ibu itu, "yang ini lag dipake nggak ya?"...hihihi... Akhirnya si Ibu kembali ke meja ibu-ibu-yang-tadi-berwajah-kelaperan-tapi-sekarang-sudah mau-kenyang- (IIYTBKTSSMK) untuk menanyakan kursi lain yang ada di sana. IIYTBKTSSMK tak mampu menahan tawa mereka sambil melirik ibu itu. Kulihat ibu tu mengecek apakah semua rombongannya sudah mendapatkan tempat duduk..sementara sesama ibu-ibu yang ada dirombongan itu hanya duduk manis sambil mengobrol. Selesai soal perkursian, ibu tadi kembali mengambil komando mengecek pesanan untuk semua orang. Ia berteriak dari ujung ke ujung memeriksa apakah semua sudah memesan..tak segan ia mendatangi area dapur untuk menanyakan apakah pesanan mereka sudah mulai dimasak. Sementara ibu-ibu yang serombongan masih duduk manis, tak mau berepot repot membantu si ibu. Senyum terkembang di setiap wajah mereka yang berias sempurna sementara si ibu tadi mengeluarkan tisu dari tas untuk mengelap keringat di wajahnya.

Ada dua jenis orang di dunia ini. Mereka yang selalu bisa tampil sempurna di mata semua orang dan mereka yang tak pintar menjaga imeg dirinya. Banyak pasti yang ingin menjadi yang pertama tapi mereka hanya orang-orang kurang cerdas untuk mempertimbangkan bahwa pilihan kedua lebih bijaksana.
Sorimayori jika nyerempet-nyerempet gender nih..tapi fenomena ini sering kali kujumpai di kalangan perempuan,,mau yang masih sekolah..kuliah..kerja..ibu-ibu..ada aja tipe-tipe yang kayak gini. Perempuan tipe pertama adalah yang paling anteng di kelompoknya. Kalau yang lain ngakak dia hanya mengeluarkan senyum tipis manis, kalau yang lainnya cuek ma laki-laki dia hanya sanggup mencuri-curi pandangan dengan malu-malu, sikapnya selalu dijaga begitu pula tutur katanya..halus..mulus (kulit kalee). Sementara perempuan tipe kedua, kalau makan tak jarang berlepotan kemana-mana, ketawa pun harus ditutup karena suaranya yang membahana...nongkrong di warungpun nggak segan-segan minta traktir teman sebelahnya. Kalau ditanya ke lelaki tentu perempuan pertama lah yang jadi pujaan kalau perempuan yang ditanya sepertinya perempuan pertama pulalah yang jadi pribadi impian mereka...

Perempuan tiper pertama memang tampak sempurna tapi ia selalu membutuhkan teman untuk menutupi kekurangannya. Ia membutuhkan teman yang bisa tertawa lebih keras darinya juga mereka yang mampu melotot dan berteriak membela kepentingan dirinya sementara ia akan diam di belakang...menampakkan wajah yang mampu menumbuhkan simpati. Jika sendiri...bisa jadi ia tak kan mamp berbuat apa-apa..terlalu sibuk menjaga topengnya agar tak tersingkap khalayak ramai...bahwa ia bukan siapa-siapa.
Perempuan kedua, mungkin tak selalu sedap di pandang mata. Tapi ingatlah kisah ibu tadi..ia mampu membuat seluruh anggota rombongan merasa nyaman dan tercukupi meski pandangan meremehkan dan tertawaan harus siap ia terima. Yang dimiliki hanyalah keberanian...kesetiaan..dan ketulusan.


Bagi para perempuan, kuyakin mereka akan memikirkan ulang tentang ini. Kalau yang laki-laki...yah namanya juga laki-laki, kalo nggak benar-benar yang otaknya di kepala, apa yang terlihat segar di mata itulah yang tetap dipilih (no offense guys:p)

JERMAN #1: KEBERANGKATAN


Neuschweinstein.
Nama sebuah kastil nan indah di wilayah Bavaria, Jerman. Saking indahnya, kastil ini dijadikan sebagai logo Walt Disney dan menjadi inspirasi beragam film bertema dongeng di seluruh dunia. Tak mengherankan jika demikian, karena Ludiwg II memang membangun kastil ini berdasarkan khayalannya tentang sebuah negeri dongeng, negeri berjuta impian.
Sayangnya kunjungan singkatku ke Jerman beberapa waktu lalu tidak diisi dengan agenda kunjungan ke kastil cantik itu. Tapi tetap saja, mengunjungi negeri ini seperti mendatangi sebuah negeri dongeng, tempat segala impian terwujudkan.

Jakarta, 1 Maret 2010-Siang Hari
Ketegangan melanda sebagian besar anggota tim. Petugas check in Bandara menyatakan nama-nama kami tidak terdaftar sebagai penumpang pesawat Jet Air yang akan membawa kami transit ke Singapura. Terbayang segala usaha yang telah kami lalui. Belum lagi rasa letih yang belum hilang setelah 10 jam berhimpit-himpitan penuh peluh naik kereta bisnis menuju Jakarta. Kemungkinan terburuk begitu saja terlintas di depan mata; Kami harus pulang menanggung segala malu kepada keluarga dan teman-teman.
Prof Sue dan Denny terlihat bolak-balik membawa segala berkas keberangkatan kami. Setiap mereka datang degub jantung ini terasa semakin cepat. Apa yang akan terjadi? Tapi sebelum sempat mengajukan pertanyaan itu, mereka kembali sudah pergi lagi.  Sempet terbesit perasaan tidak enak terhadap Prof Sue. Bagaimanapun beliau harus rela meninggalkan segala pekerjaannya di Indonesia untuk menemani kami. Bagaimana kalau semuanya dibatalkan?? Akhirnya sang komandan mengambil alih, dengan pelan, Mbak Noph berusaha menenangkan kami. "Aku yakin, semua pasti akan baik-baik saja. Kita pasti akan berangkat." Sedikit optimisme pun tumbuh di hati. Kulihat ke belakang, beberapa teman kami asyik duduk sambil mengobrol. Ingrid sibuk membedaki wajanya, wajahnya tampak tenang. Tak beberapa lama kemudian kehebohan melanda cowok-cowok disebelahnya. Firman , Fathur, Bejo , dan Dodi sibuk meminya foto kepada seorang wanita cantik yang berdandan serba merah. Ternyata itu adalah wanita yang sedari tadi kami perhatikan karena tampak tak asing. Olalala,,,ternyata ia adalah sang artis ibu kota, Titi Kamal! Waah terang aja meraka langsung "beringas". Hmm...kalau Dodi dan Bejo sudah dimaklumi, kalau Fathur kan ngakunya fleksibel , tapi Firman? Hohoho...ternyata hasrat kelakiannya mengalahkan segalanya. Kelakuannya lebih heboh daripada cowok-cowok yang lain. Kami para cewek geleng-geleng kepala saja kami melihat semua itu. Bukannya apa-apa, kalau Ada Christian Sugiono pasti kami juga ikut beringas, hahaha.... 

Namun pertemuan dengan si Titi Kamal dan kehebihan yang melanda para pria  semakin menenangkan hati ini. Somehow, sebuah pemahaman sederhana muncul sebagai jawaban atas kegaualan ini: Kami tidak akan dibiarkan melangkah dengan cara yang biasa. Sejak awal sebuah ini harus diperjuangkan dengan cara-cara yang luar biasa.  Bahkan kemarin kami satu tim hampir saja ketinggalam kereta karena Dodi yang ditugasi membawa semua tiketnya datang di detik-detik terakhir. Maka tak mengherankan kedatangannya dia disambut dengan beragam omelan dan teriakan, ngomel karena bikin jantung hampir copot dan membuat kami harus menggontong-gotong koper penuh muatan dengan tegesa-gesa dan yang diomeli hanya mempersembahkan sebuah ceringan kuda.



Prof Sue dan Denny akhirnya menampakkan batang hidung mereka kembali. Sulit ditebak apa makna ekspresi mereka. Bad or Good news? Akhirnya Denny yang menjawab rasa penasaran kami: "Kita tidak jadi naik Jet Air. Sebagai gantinya kita akan menggunakan Garuda. Ayo cepet, kita harus pindah lokasi check in." Sontak kamis emua bernapas lega. Kita bahkan mendapatkan yang lebih baik! Terus terang awalnya kami ketar-ketir naik Jet Air. Meski berada satu naungan dengan Qantas yang akan membawa kami dari Singapura ke Frankfurt, kami belum pernah mendengar maskapai itu. Garuda is much much much better. Alhamdulillah, naluriku ternyata benar. Kita tidak akan  dibiarkan melangkah dengan cara yang bisa.
Singapore, here we come!!!


 
Changi International Airport, 1 Maret 2010-Malam Hari
Siapapun yang ingin melihat ekspresi katrok nan kampungan yang sesungguhnya maka liatlah wajah-wajah kami yang baru saja sampai di Changi, bandara bergengsinya Singapura. Tanda-tanda kekatrokkan itu sudah tampak saat pesawat akan landing. Tidak seperti landing di Jakarta yang pemandanannya dipenuhi oleh rumah-rumah padat penduduk, kemacetan jalan raya dan bangunan-bangunan pabrik, di Singapura kita disambut dengan tata kota yang teratur dan lapangan-lapangan hijau yang didesain indah. WOW! That's all I can say. 

Kekatrokan berubah menjadi ekspresi-eskpresi norak saat kami memasuki bandara. Hoooh, ini sih bukan Bandara, tapi Mall tempat nongkrong pesawat! Karpet dengan motif-motif unik menghiasi seluruh rantai. Outlet beragam produk, mulai dari tas, minuman berakohol, gadget dan suvernir ebrtaburan di setiap sudutnya. Belum lagi fasilitas-fasilitas keren yang ada di dalamnya. Prayer Room, air minum langsung dari kran, trollli mini yang chick abis (berlebihan banget yaa nyebutnya)....dan...dan....fasilitas internet gratis! I have to tell u this, nggak bule nggak asia, nggak afrika, yang dibuka paling-paling Facebook. Setiap orang mendapatkan kesempatan internet selama 15 menit sebelum web ditutup secara otomatis. Lumayan kan buat upadate status berba-bau Changi dan membuat teman-teman di tanah air jadi ngiri, hohoho...
Sebenarnya  aku pengen juga. Tapi berhubung paham kalau yang namanya buka facebook pun bisa kubuka saat lagi beol  ngunjungi simbahku di sebuah desa nun jauh dari peradaban di Bantul sono akhirnya aku dan Wulan lebih milih jalan-jalan ngelilingin Bandara. 
Semuanya ada. Dua kata itu sangat cocok untuk menjelaskan beragam manusia yang ada di Changi. Bule, wajah sipit, ala india, atau lebih gelap dikit; si mba-mba Africa, dan setotok-totoknya prang indonesia, semuanya bisa dijumpai. Maka tak mengherankan jika melangkah setiap 10 meter kita akan mendengarkan bahasa yang berbeda-beda. Dan untuk pertama kalinya setelah sekian tahun melototin kalau ada bule lewat, sekarang kami yang dipelototin ma mereka...dan itu membuat kami semakin katrok. Dikira kurcaci Santa Claus kali ya...cebol-cebol pake penutup kepala, wahahaha... Akhirnya untuk menutupi segala kekatrokkan ini, si Wulan menemukan solusi jitu: Speak in english, Speak in English!!! Akhirnya dengan niat sedikit terpaksa muncullah kalimat-kalimat bule yang membuatku terheran-heran sendiri, Hei ai ken spik english guuuuut!
Menjelang tengah malam pesawat siap take off.  Meski tinggal selangkah lagi, serasa tak percaya kami benar-benar berhasil melakukan ini semua. Tapi sekarang kami benar-benar disini. Sungguh-sungguh dengan perlahan meninggalkan tanah air. Seat Belt sudah wajib dikenakan setiap penumpang, sandaran kursi juga sudah ditegakkan. Pesawat mulai berjalan lambat bersiap-siap untuk lepas landas
Bismillah... Deutschland...kami datang.

Sabtu, 12 Juni 2010

T.T


2 bulan sudah berlalu...
Tapi tak juga aku bisa lepas darimu...
Berulang kali kupaksakan diriku...
"Selesaikan semua ini segera. Hentikan segala perasaan nelangsa itu!!!"
Tapi kucoba dan kucoba....kau juga tak enyah dari  hidupku.

Di mana-mana selalu ada bayanganmu...
Apa yang kulihat selalu meingingatkaku akan dirimu...
Berulang kali aku hatiku runtuh dibuatnya
Mengapa aku tak juga bisa...
Mengapa dirimu selalu terlihat dimana-mana...

Awalnya kusangka kita akan baik-baik saja..
Aku begitu bahagia ketika dirimu datang..
Yakin bahwa aku akan segera memulai lembaran baru dalam hidupku...
Bahagia menjalaninya bersamamu..
Tapi lalu kau mulai menyakiti hatiku..
Mengiris setiap inci tubuhku...
Lelah...
Perih...
Muaaaaaaak!!!

Aku ingin semua ini segera selesai!!!
Skripsi..Skripsi...work with me my beby...


(Hikmah: kalo mau bikin puisi patah hati ok, tulislah saat kalian mengerjakan skripsi. Ditanggung makyusssss!)

Kamis, 04 Februari 2010

Orang-orang Jogja itu Pergi ke Jakarta

Menjadi pengalaman baru ketika identitasku sebagai orang Jogja itu menjadi bagian yang menonjol dari diriku ketika berkesempatan mengunjungi Kedutaan Besar Jerman di Ibu Kota. Tidak pernah terpikirkan bahwa aku menjadi bagian dari “orang-orang yang dipandang berbeda” (setidaknya di negeri ini) apalagi mendapatkan tatapan yang penuh unsur-unsur stereotype dan prejudice dari mereka yang kulitnya sama cokelatnya dan rambutnya sama hitamnya dengan diriku. Tentu saja sempat muncul rasa kesal, tersinggung, ketidaksukaan spontan dan jika diingat-ingat sampai sekarang pun masih, hehehe..tapi kemudian aku berusaha mengingatkan diri bahwa orang-orang seperti itu adalah mereka yang masih terkukung dalam tempurungnya sehingga masih terjebak dalam polah tingkah dangkal alih-alih mengembangkan sikap penuh toleransi dan menghargai.


Pengalaman mengujungi Jakarta selama beberapa hari yang lalu dalam rangka membuat visa memang sangat mengesankan. Sejak awal sudah ada tanda-tanda bahwa ini tidak akan menjadi perjalanan yang biasa-biasa saja and I mean it... SEJAK AWAL. Keberangkatan kami dari Jogja sudah dihebohkan dengan kedatangan beberapa teman di stasiun kereta in the last minutes sebelum kereta berangkat (dengan cengiran lebar yang membuat kami yang menunggu sangat ingin menimpuk mereka ramai-ramai) dan tentu saja itu kekrisuhan semakin terasa sempurna dengan tertinggalnya satu orang teman di stasiun kereta. Menurut sang pelaku, dia hanya bisa memandang kereta yang telah melaju dengan muka pasrah dan tanpa daya lalu mau tak mau harus merogoh kocek  ekstra untuk membeli tiket baru kereta yang akan berangkat di jadwal selanjutnya. Sementara hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkah teman yang satu itu, kami yang berada di kereta berusaha mengisi waktu 12 jam perjalanan dengan seproduktif mungkin...makan bekal jajanan...nggosip...lomba ngisi TTS dan merencanakan makanan yang akan kami beli di pemberhentian selanjutnya (apologie-nya si kapan lagi to bisa naik kereta rame-rame gini, dibayarin lagi, hohoho....)  Toh pada akhirnya kehebohan 10 anak manusia yang tentu saja banyak menuai umpatan oleh penumpang disekitarnya dikarenakan ke-berisik-an dan kenorakannya harus berhenti ketika hukum alam menunjukkan kekuasaannya...alias kita mulai ngantuk sodar-sodara. So, satu persatu tubuh mulai bergelimpangan dan berlayar ke alam mimpi, tak terkecuali akula. Tapi sungguh, tidur dengan posisi duduk tanpa alas kepala itu sangat tak nyaman sekali, apalagi dengan adanya teriakan “mijon...mijon...popmi...popmi” non stop 24 jam, so tiap 10 menit sekali aku terbangun untuk mengubah posisi sambil membatin dengan kesal...who on earth can sleep well in this situasion???!!!  Jawabnnya ternyata nggak jauh-jauh dariku, Dodi yang duduk si sampingku dan memiliki prestasi bisa makan nasi padang di hari-hari pertama memakai gigi kawat, tak bergerak layaknya mayat. Sempat khawatir juga tuh anak dah jadi mayat betulan gak ya?! :p
Melewati malam penuh perjuangan untuk bisa tidur tentu menguras tenaga, mental dan juga duit...(ya kan nggak tidur ujung-ujungnya kegoda juga buat beli jajanan yang dijajakan wora-wiri tanpa henti). Untungnya akhirnya kami berkesempatan untuk beristirahat sejenak di tempat yang telah dipersiapkan sebelum menuju kedutaan.

Menjelang siang kami akhirnya diantar menggunakan mobil menuju kedutaan. Mempertimbangkan kapastitas mobil yang tak mencukupi kami dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing berangkat dari lokasi yang berbeda. Melintasi jalanan Jakarta yang penuh macet dengan pemandangan ruwet di mana-mana membuatku dan beberapa teman memutuskan dengan tekad bulat bahwa kami tidak akan tinggal di Jakarta! (lhah njuk ngopo...kayak warga Jakarta ngarepin kita ...). But it’s true! Jakarta is like a jungle...harus punya daya juang tangguh untuk bisa survive kecuali kamu adalah mereka-mereka yang d*m*n lucky lahir dengan membawa kalung dan cincin berlian alias dah tajir dari sononyee... Dan melihat itu semua tiba-tiba terbesit rasa rindu penuh haru pada Jogja..pada kosku...pada kamarku...pada kasurku dan bantal-gulingku (ujung-ujungnya cuma pengen tidur sebenarnya...)

Nah berhubung tak ada seorangpun dari kami yang tau jalanan Jakarta maka yang bisa kami lakukan adalah bersikap sok tau tentang Jakarta. Ketika memasuki kawasan Thamrin yang  menjadi patokan utama lokasi kedubes, pak sopir yang juga tak begitu paham kawasan ini akhirnya harus menjadi tumbal  kesoktahuan kami yang mengarahkannya ke jalan yang salah sehingga distop oleh seorang polisi. Dengan memohon-mohon, si pak sopir didukung oleh kami yang akhirnya ikut memohon dengan kata-kata “kami jauh-jauh dari Jogja”, “harus ke kedutaan besar jerman tepat waktu”, “tolong pak, tolong” (sumpah, rasanya pengen nyekek diri sendiri jika ingat itu) akhirnya s paki polisi dengan baik hati melepaskan kami dengan meminta kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi (plis deh...we are Indonesian people...don’t hope to much :p). Tapi rupanya kebodohan siang itu tak berakhir dengan mudahnya, terkaget-kaget melihat gedung kedutaan yang terpagar tertutup penuh setinggi 3 meter akhirnya kami yang kebingungan harus parkir di mana dengan mengambil keputusan untuk mencoba ke parkiran hotel sebelah dengan disaksikan teman-teman dari mobil satunya yang sudah berdiri di depan pagar dan  sama sekali tak memperlihatkan tanda-tanda akan memberikan panduan parkir sama sekali (asem tenan!). Ya bisa ditebak...setelah sempat melewati pos pemeriksaan superketat di gerbang hotel, kami akhirnya menyimpulkan bahwa parkir di hotel ini adalah ide buruk! Ya bayangin aja segerombolan orang dengan logat medok dan bahkan membawa-bawa koper besar keluar dari mobil dan alih-alih menuju hotel malah keluar dari area gedung...padahal di depan ada sekitar 6 satpam yang menunggu dan so pasti akan melihat kekonyolan kita itu bulat-bulat. So akhirnya kita hanya berputar dan keluar dari area hotel dan berkat mantra ampuh alias menanyakan pada satpan kedubes, kita diperbolehkan turun di depan gerbang pagar.

Bayanganku kami akan disambut dengan penuh sukacita oleh pihak kedubes (secara dah bikin appoinment getoh loh) tapi rupanya kami dibiarkan terpanggang di depan gerbang sampai jam janjian tiba. Sempat liat dubes keluar dengan penuh salting karena seolah-olah dikiri-kanannya sidambut anak-anak dengan tampang beraneka warna dari yang muali subbhanallah sampe yang naudzubilah akhirnya kami diizinkan masuk ke dalam. Cerita selanjutnya seperti yang kuceritakan di paragaraf pertama, (hufhh...mang yang sering bersikap sok ok tu “orang-orang yang di bawah ya”) dan sedikit inpo bahwa saat masuk kami discrenning lagi seluruh badan dan barang bawaan, dan diberitahukan kalo tidak boleh bawa hape dan kamere (duileeeh). Keliatan keren banget pengawasannya, tapi  rupanya di akhir kunjungan si Dodi dengan bangga menunjukkan keberhasilannya membawa hape ke dalam gedung, so satpam-satpam kedubes...kalian ternyata masih bisa dikadalin, HAHAHAHAHA...!!!! (anything buat meluapkan kekesalan dipandang cupu ma mereka deh!)

Tapi ya ternyata soal cupu mencupu, juaranya masih milik kami karena ketika semua masuk ke ruang bagian pembuatan visa, setiap anak tumpah ruah menyerakkan dokumen-dokumen segala penjuru ruangan dengan alasan klasik...belum selesai diisi! Ributlah semua orang...ngalor ngidul sana-sini...nyontek sana-sini (tapi ini contekan halalaltoyiban lho) sampai-sampai si ibu-ibu pengawas yang memang sudah (maafkan aku ibuuu) bertampang sangar semakin menyaingi buto ijo kengeriannya wajahnya dan itu semua ditutup dengan semprotan  mz-mz penjaga loket visa (ok, sebenarnya pasti ada istilah yang lebih keren, but i dunno what it is!) yang minta kami cepet mengumpulkan semua dokumen yang dibutuhkan. Dasarnya mang dah kena kutukan (astaghfirullah...ini cuma buat melebaikan cerita ya Allah, jangan benar-benar diberikan kutukan ya...), proses ini pun tidak berjalan secara  biasa karena setelah dicek semua anak masih memiliki kesalahan dalam setiap pengisian formulir sehingga memakan waktu hampir dua kali lipatnya. Sambil menuggu, berhubung dalam prosedur standar ada sesi wawancara maka kami (lagi-lagi dengan keilmuan sotoy yang kami miliki) berusaha menerka-nerka apa yang ditanyakan dan dengan (sok) canggihnya pula melakukan simulasi. Dodi (bukan apa-apa ya nama Dodi yang paling sering disebut-sebut di sini, but if u know him u know why-lah)dengan serius mengikuti sesi ini terlampau serius malah karena ketika kubilang bahwa cuaca di Jerman bisa membuat kawat giginya membeku di seratus persen terkejut full ekpresi percaya (aku yang nggak percaya kalo dia dengan mudahnya bisa percaya...mang selalu ada a orang-orang aneh di dunia ini....).
Pada akhirnya si mz-mz penjaga loket visa (masih nggak nemu istilah yang lebih keren nih) memanggil koordinator tim  untuk memberitahukan berapa hal sebagai berikut:
1.       Visa bisa diambil 2 minggu dari tanggal permohonan
2.       Tidak ada sesi wawancara
3.       Pembuatan Visa Gratis

Ok, pada akhirnya aku harus sedikit mengakui pandangan siapapun sepanjang perjalanan ke Jakarta baik di kereta maupun satpam-satpam di kedubes, bahwa kami norak, cupu, dan berisik!!! Ruangan yang sunyi berubah menjadi gegap-gempita oleh sorak-sorai mahasiswa-mahasiswa berkantong pas-pasan saat mendengarkan pengumuman terakhir. Kata GRATIS bagi mahasiwa seperti kata NAIK GAJI bagi PNS. Melodi paling indah yang bisa didengar oleh telinga manusia. Cengiran lebar tak putus-putusnya tersungging di bibir kami dan sampai keluar gedung bahkan senyuman satpam-satpam yang awalnya terlihat meremahkan begitu sedap dipandang mata...
Begitu manis akhir perjuangan hari itu meski kami lalu harus kembali ke realita bahwa perjuangan belum berakhir sampai di sini. Ada pundi-pundi yang harus dikumpulkan untuk menerbangkan kami ke negeri impian itu. Beberapa teman akhirnya stay di Jakarta yang lain pulang untuk berjuang di Jogja.
Sejak awal ini memang perjalanan yang penuh liku...tapi akhirnya kita telah sampai di sini...
Berusaha, berusaha dan terus berusaha...
Tentu dengan diiringi ribuan nada doa...

Semoga...


Rabu, 27 Januari 2010

Ternyata Kamu Benar-Benar Menyebalkan Ya!

Hufh...lagi-lagi kata-kata memuakkan itu yang keluar

Aku sudah tau..aku sudah memikirkan itu...

Tapi mana aksimu?

Kosong!

Nol!


Hei! Waktu semakin menipis nih!

Tapi kamu malah sibuk dengan kegiatanmu sendiri!

Aduh ada rapat ini nih...

Harus bantu dosen di sana nih...

Kamu kira aku bakal kagum melihatmu begitu?

Atau tak jenuhnya memaklumi segala alasanmu itu??

Hei! Semua orang juga punya hal lain yang harus dikerjakan.

Tapi mereka tak sok aksi seperti dirimu!


Kapan sih kamu akan menyadari ini...

Bahwa kamu tidak mampu mengerjakannya...

Bahwa kamu kewalahan untuk mengurusinya..

Bahwa kamu TIDAKLAH SELALU TAHU DAN SELALU DALAM KEADAAN SUDAH MEMIKIRKAN SEGALANYA...

Lalu jika kamu terlihat tak sempurna karenanya?

Itu lebih baik, karena itu berarti kamu siap untuk memperbaiki diri.


Berhenti memberikan segala alasan kosong itu!

Bahwa kamu punya gangguan psikologis yang sepatutnya dimaklumi...

Aku ingin tahu bagaiman seandainya kamu benar-benar mengalaminya

Bukan sekedar eforia mahasiswa bau kencur dengan istilah-istilah keren yang dipelajarainya di bangku kuliah....


Berhentilah mengambil kesempatan untk menjadi orang hebat dengan menyakiti orang-orang di sekelilingmu!

Tak ada rasa malukah menjadi maling usaha orang lain?


Berhentilah bersikap manja ke sekelilingmu!

Dengan lihainya kamu berbicara soal kerjasama tim, menjaga amanah, profesionalitas..,

Sangat indah, terdengar begitu puitis..

Tapi dalam dirimu??

Aku tak melihat sedikitpun itu...

Kecali semakin banyak bunga-bunga puitisasi yang tak ada artinya sama sekali.


Yes...u r damn good looking!

Tapi kok makin lama ya cuma itu satu-satunya hal bagus yang aku liat dari dirimu ya?

Dan dengan piawinya kamu menarik perhatian semua orang and finally being so loveable.

Menjadikannya sebagai senjata ampuh bagimu untuk terlihat begitu cemerlang di mata semua orang.



Sekali rasanya sudah cukup...

Tapi ternyata terlihat akan terjadi lagi untuk kedua kalinya

Beberapa bahkan mengatakan sudah berkali-kali mengalaminya...



Maunya sampai kapan???

Selasa, 19 Januari 2010

INBC...nice place guys...

Bakatku” untuk tersesat di setiap tempat ternyata bisa membawa berkah juga. Berawal dari janji untuk ketemuan dengan beberapa teman di American Corner dan dengan pede dan sotoy-nya aku tak bertanya di mana lokasi tepatnya. Akhirnya menerapkan sistem trial and eror aku masuk ke gedung sembarang sambil celingak-celinguk nyari penampakan yang mirip mereka. Eh lha kok liat-liat mbak-mbak yang lagi asyiknya duduk di sebuah ruangan yang desainnya lebih chic dibandingkan ruangan-ruangan di sekitarnya. Pengen coba-coba masuk tapi untung masih ingat misi besar buat bahas soal persiapan research (ceileehhh.....) akhirnya aku membalikkan langkah menemui seorang mas-mas dalam rangka bertanya di American Coner itu berada. Dan benar saja sodar-sodara seperti yang sudah diprediksikan sebelumnya akan salah gedung, harusnya masuk gedung sebelah. Benar-benar saja di gedung tetangga aku meliat teman-teman yang lagi empet-empetan duduk mengeliling meja bundar bersama pengunjung lain. Didorong oleh rasa keprihatinan dan menjalankan perintah agama untuk tidak memubadzirkan segala karunianya maka dengan semangat 45 lima aku usulkan ke mereka untuk pindah ke ruangan yang sooo chic tadi.

Eh ya bener-bener sodara-sodara, ruangan yang kemudian aku tahu bernama Indonesia Nation Building Corner (INBC)itu superduper pas buat kita ngerjain segala hal yang menuntut ketenangan dan kenyaman (jadi inget skripsi deh...:((). Udah ruangannya ber-AC, desainnya nasionalis ok punya (full merah-putih), ada wifi yang lumayan cepet lagi. So sisa hari itu si ruangan dah kayak kita booking aja buat ngerjain tugas kita, lepy connected ti wifi di mana-mana, kertas-kertas bertebaran di segala penjuru, dan manusia-manusianya tak ketinggalkanbergelatakan kalah berperang melawan kenyamanan yang disediakan ruangan itu.

Every library should be like this. Menawarkan suasana layaknya cafe yang penuh kesan cozy dan trendy tapi tentu saja dengan menu yang lebih menarik...ilmu pengetahuan.

Dan dalam hati aku bertekad...i will have someone like this in my house someday. Hihihi.....



Minggu, 17 Januari 2010

another inspirational moment

Setelah terkungkung cukup lama dengan segala aktivitas (dan sekarang pun masih, hoho) yang membuat hidup serasa monoton, automatic, dan robotik kayak mesik tik (mang iya??), akhirnya hari ini dapat kesempatan untuk menyegarkan kembali elemen-elemen spritualitas yang hampir-hampir keringkerontang. Sebuah kunjungan singkat bersama teman-teman seperjuangan ke sebuah yayasan difabel korban gempa rupanya jadi obat ampuh untuk menyembuhkan virus-virus hedonis dan penyakit umat sejagat alias ngeluhsiuskomplikasipamerius! Ngeluh punya seabrek kegiatan di mana-mana (padahal yang niatnya pamer seolah jadi orang penting), ngeluh dengan semua laporan yang harus dikerjakan (padahal ya mau pamer biar keliatanya pinter), ngeluh tentang orang yang nggak valid (pamer seolah yang paling valid sendiri), ngeluh kurang ini kurang itu, ngeluh nasib buruk yang saban hari datang, ngeluhin ujan, ngeluh soal panas, ampe ngeluhin ketidakadilan dunia (padahal ya bisa apa coba?!).....hufh....



Sempat bediri di puncak segunung keluhan yang tak ada habisnya, pertemuan dengan orang-orang sederhana namun luarbiasa membuatku malu sempat merasa berhak menumpuk segala keluhan itu bahkan memanfaatknnya demi mendapatkan segala macam toleransi. Aku pikir mereka lebih berhak mengeluh daripada aku, dan pasti terkadang mereka masih melakukannya, tapi kok ya masih ada segunung rasa syukur yang tersirat nyata di wajah mereka. Tidak terbayang jika harus kehilangan segala kesempatan di usia muda, kehilangan anak yang baru dirayakan kelahiran beberapa hari yang lalu, atau perasaan tak berdaya seorang ibu untuk merawat buah hatinya. Semangat, harapan, kebahagiaan, secercah impian di masa depan, semuanya hilang ketika mendapati kaki-kaki yang menjadi penopang hidup mereka saat ini lumpuh layu tak lagi terasa. Kalo saat ini mereka terlihat mampu kembali menjalani kehidupan dengan semestinya bukan karena mereka manusia-manusia sempurna yang bangkit dengan seketika. Tapi karena usaha menyemangati diri demi menjalani setiap detik dalam hidup, menghilangkan segala perasaan malu dan rendah diri...dan mungkin tak setiap hari mereka berhasil melakukannya. Namun justru perjuangan itulah yang menjadikan mereka insan-insan istimewa yang pernah hadir di dunia ini. Jadi inget sebuah quote simple but so memorable, "jika kita tidak bisa merubah kenyataan maka kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan kenyataan itu." Bahasa kerennya mungkin logis dan rasional, ke tingkat yang lebih atas kita akan menemukan kaitannya dengan ilmu tingkat tinggi...ikhlas. Kelapangan hati, kelegaan, dan melepaskan semua sebagai sebuah masalah lalu kemudian bergerak maju, itulah yang telah mereka tunjukkan padaku hari itu.

Tentu saja ada begitu banyak kisah tentang ribuan orang yang mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya. Tak sedikit pula yang memiliki kisah hidup yang lebih hebat daripada yang kulihat pada mereka. Ini hanyalah cara sederhana untuk mengingatkan diri. Manusia adalah makhluk yang menciptakan segala macam istilah untuk menunjukkan tingkatan kecatatan dan ketidakmampuan mereka. Itu kita penuh dengan segala ketidaksempurnaan itu....lupa, khilaf, alpha, sombog, angkuh, egois. Setiap waktu kita perlu diingatkan...setiap waktu Tuhan harus "menjewer" kuping kita untuk mengingatkan. Terkadang lewat teguran keras karena kita terlampau bengal yang membuat manusia yang lemah seringkali membenciNya. Terkadang lewat sindiran halus yang membuat pipi ini penuh semburat merah malu...menunjukkan segelintir orang-orang sederhana di sekililing kita sambil menggemakan "suaraNya" diseluruh sanubari kita, "Lihatlah mereka dan lihatlah dirimu. Maka nikmat dariKu yang manakah yang kan kamu dustakan?"

Jumat, 15 Januari 2010

sekelumit cerita di imigrasi


Dalam sesi wawancara pembuatan paspor
Mas-mas imigrasi : "Tujuannya mau kemana?" (melihat ke formulir)
Akyu : "Jerman Mas."
Mas mas imigrasi : "Ada acara apa di sana? (masih melihat formulir)
Akyu :"Ada program study visit, kayak studi banding gitu."
Mas mas imigrasi :"O, berapa lama?" (masih juga melihat formulir...woh masnya naksir ya ma si formulir)
Akyu : "Kira-kira 13 hari."
Mas mas imigrasi : "Udah pernah ke luar negeri sebelumnya?"
Akyu : (dengan PD dan polos) "Udah mas."
Mas mas Imigrasi : "Kemana?" (tak jua ia mengalihkan pandangan mesranya dari si formulir)
Akyu :"Jerman juga, ikit orang tua sekolah." (masih dengan polosnya tanpa mengira bahwa aku sedang menuju jurang kehancuranku sendiri... huaahahahahahohoho...yang ini lebai sih)
Mas mas imigrasi : "Terus paspornya yang dulu mana?"
Akyu : (dengan kepolosan nyata yang hampir-hampir tampak bodoh) "Hilang mas."
Mas-mas imigrasi : "Lho kok bisa hilang? Itu kan dokumen negara. Jadi haru dikembalikan."
Akyu : (masih dengan polosnya tapi kali ini dengan mengutuki diri sendiri yang terlalu jujur memberikan jawaban) "Jadi gimana mas?"
Mas mas imigrasi : (tersenyum penuh kemenangan ketemu makhluk yang begitu bodohnya...and it's me Sodara-Sodara!!!) "Ya harus dicari donk!"
Akyu : "Lhah kalo gak ketemu gimana mas? Soalnya dulu kakak saya mau bikin paspor dia juga nyari paspor lama nggak ketemu" (Sebenarnya malah buka aib keluarga sendiri ya yang nggal becus nyimpen dokumen penting)
Mas mas imigrasi :" Ya itu harus dikembalikan dong. Kan dokumen negara. Kalo ilang berarti bukan bikin baru statusnya."
Akyu : (berbekal pengalaman ngeyelan ma orang tua selama bertahun-tahun) "Ya gimana mas, kalo nggak ketemu gimana? Kan dah lama banget tuh."
Mas-mas imigrasi : (masih tersenyum penuh kemenangan yang sekarang mirip sekali dengan ceringannya Stephen Cow) "Mang kapan ke Jermannya?"
Akyu : "Udah 12 tahunan yang lalu."
Mas mas imigrasi : "Tahun berapa itu ya?" (jiaaah si mas kagak bisa ngitung pengurangan)
Akyu : "Sekitar tahun '97 mas, dari tahun 94 sih."
Mas mas imgrasi : "Ya udah nanti dicari sambil jalan ya, harus ada tuh. Nih tanda tangan di sini."
Akyu : " Ya mas." (Hanya menambah dosa kebohongan lebih banyak dan hidupku cos noweilah aku minta dicarikan tu paspor entah berantah ma ortu...gak bakalan ketemu!!!)

Few Days Later
Dalam sesi mengambil paspor baru...

(Di loket pengambilan paspor)
Akyu :"Pak mau ambil paspor."
Bapak-bapak imigrasi :" Mana kuitansi pembayarannya?"
Akyu :(Menyeraahkan kertas lecek yang kusimpan dengan serampangan)
Bapak-Bapak Imigrasi :"Duduk dulu ya. Nanti dipanggil namanya."
(Few minutes later )
Bapak-Bapak Imigrasi :" Dian Ika...Dian Ika Purnama..nama siwi. Nah itu tolong dikopi di bawah dulu, nanti kasih ke saya."
Akyu : " Oh ya pak." (bergegas ke foto kopian bawah penuh sukacita..apaan sih)
Akyu : (Kembali ke loket ketemu si Bapak-bapak imigrasi) "Ini pak? Ada lagi?
Bapak-bapak imigrasi : (Sambil sibuk menerima telepon yang salah sambung...yaelah...) Tidak ada. Gitu aja...


Tidak ada tuntuan mengembalikan paspor lama ku yang katanya dokumen negera penting itu, sekedar ditayakan saja tidak.
Kata seorang seniorku, tak ada yang bisa dilobi di dunia ini...
Seorang teman menambahkan, selagi masih di Indonesia semuanya masih bisa diatur...

Sukacita mendapatkan paspor sedikit terganggu oleh sebuah pengalaman kecil tak bermartabat ini.
Dimulai di sebuah kantor kecil sebuah instasi pemerintahan...
Yang katanya menjadi gerbang pertahanan negara dari arus internasional...
Hanya terbesit pemikiran berapa banyak ruang-ruang kantor di setiap sudut negeri memiliki kisah yang sama...
Semua urusan digampangkan...semua aturan bisa ditrabas lewat cara ini itu...

Mereka tak perlu bersusah payah mengirimkan armada perang apalagi membuat nuklir untuk menghancurkan kita...
Mungkin kita kan mudahnya binasa oleh diri kita sendiri...